Selasa, 05 Agustus 2014

Psikologi Komunikasi - Teori Dalam Karakter Pelaku Komunikasi



PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Teori Dalam Karakter Pelaku Komunikasi

Dosen Pembimbing :
Sri Handayani, M.I.Kom.

Anggota Kelompok 9:
1.      Arum Fitri Yani                         135120207113022
2.      Calvin Medita                            135120218113011
3.      Feny Trikesuma Hapsari            135120207113016
4.      Lukito Adi Chandra                  135120218113007
5.      Rosalia Puspitasari                     115120207113025


 








UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
2014




TRAIT THEORY
Sifat adalah sebuah kualitas atau karakteristik pembeda. Ini merupakan cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku yang konsisten terhadap situasi. Sifat-sifat tersebut seringkali digunakan untuk memprediksi perilaku. Sebagai contoh dalam buku (Litteljohn, 2011, hal. 98) memunculkan dua sifat yang paling sering diteliti dalam komunikasi, yaitu pertentangan dan kecemasan berkomunikasi. Pertentangan disini maksudnya adalah kecenderungan untuk ikut serta dalam percakapan tentang topik-topik kontroversial. Pertentangan ini akan dapat meningkatkan pembelajaran, membantu seseorang untuk memahami sudut pandang orang lain, dan membangun keterampilan berkomunikasi. Kecemasan berkomunikasi disini maksudnya adalah rasa takut dan tidaknya seseorang dalam berkomunikasi.
Dalam bidang komunikasi, karya yang paling terkenal Communication Apprehension (CA), merupakan sifat yang mempunyai kecenderungan untuk mengalami kecemasan saat berkomunikasi dalam berbagai keadaan. CA yang tinggi secara tidak normal menciptakan masalah kepribadian, termasuk kecemasan ekstrim dan penghindaran terhadap komunikasi dengan langsung. Ketakutan berkomunikasi adalah bagian dari kelompok konsep yang terdiri atas penghindaran sosial, kecemasan sosial, hal ini disebut (social and communication anxiety).
Pikiran negatif dapat membuat seseorang merasa gelisah yang mencegah seseorang untuk mempertimbangkan semua informasi dan tanda-tanda pada lingkungan sekitar, mengacaukan pengolahan informasi secara normal.
Model faktor – Trait,  yang dipaparkan oleh Digman mengidentifikasi lima faktor umum:
1.      Neuroticism, kecenderungan untuk merasakan emosinegatif dan kesedihan.
2.      Extraversion, kecenderungan untuk menikmati berada dalam kelompok.
3.      Opennes, kecenderungan untuk memiliki imajinatif, menjadi pemikir mandiri.
4.      Agreeablenes, kecenderungan ingin membantu orang lain, serta menghindari permusuhan.
5.      Conscientiousness, kecenderungan menjadi pribadi yang disiplin.
Sifat, Watak, dan Biologis
Sifat adalah kecenderungan dari watak, yang berakar, pada susunan neurobiologis yang ditentukan secara genetis atau aktivitas otak.
Menurut Beatty dan McCroskey, bagaimana seseorang merasakan dunia sangat berhubungan dengan apa yang terjadi pada otak seseorang dan sebagai akibatnya, sebagian besar ditentukan secara genetis. Menurut teori tersebut, seseorang dapat memperkirakan bahwa perbedaan setiap individu dalam bagaimana manusia berkomunikasi dapat dijelaskan secara biologis.
Ada tiga faktor yang diidentifikasi oleh H. J. Eysenck yang menyatakan bahwa perilaku manusia dalam berkomunikasi memunculkan beragam kombinasi diantaranya:
1)      Fokus keluar (extraversion)
2)      Kecemasan (neuroticism)
3)      Kurangnya pengendalian diri (psychotocism)
Beatty dan McCrosky menerapkan paradigma communibiological secara spesifik dalam ketakutan berkomunikasi, menyebut sifat ini sebagai bentuk “introversi neurotis (neurotic introversion)”.
McCroskey dan Beatty menyanggah bahwa sistem limbik (yang berada jauh di dalam otak) adalah yang mengendalikan emosi. Ketika individu dihadapkan pada sesuatu dalam lingkungan sekitar, stimulus tersebut diolah oleh bagian otak individu yang dikenal sebagai sistem penghambatan perilaku atau Behavioral Inhibition System (BIS).
Stimulus negatif                      muncul BIS                     mengaktifkan sistem limbik
Ketika BIS terangsang, cenderung individu akan memusatkan perhatian kepada ancaman. Dengan demikian, individu-individu yang memiliki BIS yang berlebihan, individu tersebut akan lebih mudah merasa gelisah dan ketakutan. Pada umumnya, jika sistem limbik individu lebih sensitif maka individu tersebut akan merasa lebih gelisah.
Dalam CA, sesuatu harus terjadi agar komunikasi dipandang sebagai stimulus pengalih. Hal ini melibatkan hampir seluruh bagian dari otak individu, sistem pengaktifan perilaku atau Behavioral Activation System (BAS). Sistem ini berhubungan dengan penghargaan, sehingga terlihat seperti merangsang motivasi dan menimbulkan adanya tindakan.

KOGNISI DAN PENGOLAHAN INFORMASI
Teori pengolahan informasi bekerja untuk menjelaskan bagaimana individu berpikir, bagaimana individu mengatur dan menyimpan informasi, serta bagaimana kognisi membantu membentuk perilaku individu.
Teori kesadaran yang dibahas dalam literatur komunikasi:
1.      Teori atribusi
2.      Teori penilaian sosial
3.      Teori penguraian kemungkinan
Teori-teori tersebut telah menjadi dasar untuk tradisi sosiopsikologis yang memberikan dasar untuk memahami bagaimana interpretasi dan persuasi yang terjadi di antara individu

TEORI ATRIBUSI
Teori ini menggambarkan tentang komunikasi seseorang yang berusaha meneliti, menilai dan menyipulkan sebab-sebab dari suatu tindakan atau tingkah-laku yang orang lain lakukan.
Contoh : Jika ada orang yang sedang berpresentasi menyampaikan apa yang di presentasikan dengan grogi/ ragu-ragu. Lalu anda mencoba menilai orang itu dengan beberapa alasan yaitu:
Pertama  : Orang itu tidak siap baik mental maupun materi
Kedua                : Orang itu sedang dalam masalah yang mungkin dapat mengacaukan pikiranya
Ketiga    : Orang itu menyimpan semua data presentasinya di flashdisk tetapi flashdisk itu tertinggal
Penilaian-penilaian kita seperti diatas lah yang disebut dengan Atribusi

Ada 3 teori yang berkaitan erat dengan Teori Atribusi, yaitu:
1.      Naive Psychology
2.      Correspondent Inference
3.      Covariation Model

Atribusi sebagai Naive Psychology
Teori ini menjelaskan tentang bagaimana masyarakat pada umumnya bertindak. Menurut aliran ini tindakan orang kebanyakan berdasar penyimpulan-penyimpulan singkat tanpa berpikir panjang/mendalam sehingga hanya menimpulkan pendapat umum saja.
Menurut Heider F (1958) : Jika anda melihat seseorang berbuat sesuatu, maka secara langsung anda membuat suatu penilaian tentang apa yang menyebabkan orang itu melakukan hal itu. Dan penilaian tersebut bisa terjadi dengan melihat faktor disposisional atau faktor situasional. Disposional adalah faktor internal dan individual seperti kepribadian, karakter atau faktor biologis. Sedangkan situasional adalah faktor external seperti lingkungan atau keadaan. Jika menggunakan teori ini maka berkomunikasi hanya akan didasarkan oleh persepsi terhadap tingkah laku lawanya saja.

Atribusi sebagai  Correspondent Inference
Jika teori ini seorang yang menilai tingkah laku seseorang itu sebagai akibat dari faktor disposisi (dorong internal dirinya) jadi sebenarnya sudah berencana (intention) apa yang ada pada orang tersebut sebagai kesimpulan yang selaras dengan tingkah laku orang yang akan dinilai.
Ada beberapa faktor sebagai pertimbangan dari teori ini , seperti “Pilihan” mengapa si perilaku melakukan itu?. Kemudian kebutuhan sosial pelaku (social desirability), aturan sosial (social role), gambaran sebelumnya tentang perilaku (prior expectation) atau pengetahuan tentang latar belakangnya, kesenangan (hedonic relevance) dan gambaran tentang sifat pribadi perilaku (personalisme). Mempertimbangkan enam hal tersebut bisa membantu dalam menilai rencana tindakan pelaku, tetapi terlalu bersandar pada sebagian hal tersebut bisa juga melahirkan bias dalam penilaian dimensi internal (disposition) perilaku si pelaku.

Atribusi sebagai Covariation
Teori ini dikemukakan oleh Kelley (1967) yang mencoba menjelaskan penilaian terhadap alasan (cause) tingkah laku seseorang dengan lebih luas dibanding dengan apa yang menitik beratkan terhadap intentionally.  Dalam teori ini penilaian terhadap seseorang ada 4 faktor : consensus consistency,distinctiveness dan controllability, Saat consensus,consistency,dan distinctiveness dipadukan, maka seseorang dapat mempersepsi apakah tindakan sang actor tersebut terkendali secara internal (disposisional) atau eksternal (situasional). Dengan menentukan makna berdasarkan pada “Pengendalian” ini akan kelihatan faktor mana yang lebih mendorong perilaku seseorang.
Menggunakan model ini dalam melihat perilaku seseorang ada beberapa tahapan :
Pertama :
Tentukan apakah tingkah laku seseorang itu menunjukan konsensus? Artinya dalam tempat dan waktu yang sama apakah orang sekitar juga melakukan yang hal sama? Jika ia berarti tingkah laku itu merupakan konsensus, jika tidak berarti ada yang unik dari perilaku sang actor sehingga membuat yang lain tidak sepakat.
Kedua :
Kita harus menentukan apakah si pelaku menunjukan konsistensi dari tingkah lakunya. Jika setiap perilaku yang dilakukan dibandingkan dengan perilaku sebelumnya menunjukan reaksi (tinggi rendahnya consensus yang dicapai) yang konsisten dari orang yang ada di sekelilingnya, maka akan semakin kuatlah dugaan kita terhadap perilaku konsisten dari orang tersebut jika konsensusnya sama tinggi atau sama rendah dengan perilaku sebelumnya, Namun jika konsensusnya berbeda derajat tinggi rendahnya, berarti derajat kosistens perilakunya menuru. Ada saling memengaruhi antara consensus dari konsistensi.
Ketiga :
Menilai bahwa tindakan seseorang “Berbeda” dari satu situasi ke situasi lainnya. Jadi suatu tingkah laku dikatakan distingtif jika benar-benar berbeda pada satu situasi atau tugas dengan situasi lainya. Dan derajat keberbedaanya hanya akan menurun jika orang tersebut menunjukkan perilaku yang sama dalam berbagai situasi.
Keempat :
Menentukan kemampuan untuk mengontrol sang actor terhadap perilakunya. Setelah mengombinasikan penilaian terhadap tiga faktor pertama,  Jika sang actor diyakini tidak dapat mengontrol perilakunya maka dapat dinyatakan bahwa perilakunya disebabkan oleh faktor internal (interior locus of control). Namun jika nampak bahwa perilaku sang actor tersebut suatu yang bermakna dan tidak dapat diabaikan begitu saja, maka dapat diasumsikan bahwa “kegagalan” tingkahlakunya disebabkan karena faktor situasi (exterior locus control).
Secara singkat dapat digambarkan untuk menentukan atribusi atas perilaku seseorang dengan model ini :
Jika konsensus tinggi + konsistensi tinggi + distingtif tinggi = atribut situasional/external
Jika konsensus tinggi + konsisternsi rendah + distingtif tinggi = atribut external (situasional)
Jika konsensus rendah + konsistensi tinggi + distingtif rendah = internal/disposisional.


TEORI PENILAIAN SOSIAL
Teori ini berfokus pada bagaimana kita membuat penilaian mengenai pernyataan yang kita dengar. Teori atribusi menunjukan kepada kita pentingnya penilaian interpersonal. Teori penilaian sosial, sebuah karya ilmu psikologi sosial, berfokus pada bagaimana kita membuat penilaian mengenai pernyataan yang kita dengar. Rentang penerimaan dan penolakan seseorang dipengaruhi oleh sebuah variabel kunci keterlibatan Ego. Keterlibatan Ego (Ego Involvement) adalah pemahaman tentang hubungan pribadi anda dengan sebuah masalah. Efek Kontras (Contrast Effect) terjadi ketika semua individu menilai sebuah pesan lebih jauh dari sudut pandang mereka daripada yang seharusnya dan Efek Asimilasi (Asimilation Effect) terjadi ketika manusia menilai sebuah pesan lebih dekat dengan sudut pandang mereka daripada yang seharusnya.
Jadi teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses psikologis yang mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan kategorisasi khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan diantara berbagai alternative yang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus yang datang dari luar. Oleh karena itu kita harus memahami penilaian sosial dari segi:

A.    Skala Penilaian
Dalam hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf mengemukakan bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan setiap benda itu menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan. Disitlah jelas sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan disusun agar penilaiannya makin mantap. Misalnya orang diberikan barang atau benda yang dapat ditimbang yang beratnya bervariasi antara 5-100gram dan orang percobaan tersebut disuruh menetapkan 50gram. Sebagai patokannya, maka menggolongkan benda yang berat dan yang ringan dan stabil ini. sebaliknya kalau sifat yang ditimbang itu meragukan dan tidak ada patokan jelas, maka penilaian akan labil.
B.     Efek asimilsi dan kontras
Dalam kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang harus  menggunakan patokan-patokan diluar batas-batas yang diberikan oleh stimulus yang ada. Efek dari patokan ini bergantung dari jauh dekatnya patokan dari stimulus. Jadi penilaian yang mendekati patokan disebut asimilasi. Yaitu patokan yang dimasukkan kedalam rangkaian stimulus dalam batas rangkaian stimulus diperbesar. Sehingga mencakupi paotkan. Dan penilaian yang menyalahi patokan disebut kontras.
C.    Garis lintang penerimaan penolakan dan ketidakterlibatan
Perbedaan akan variasi antara individu akan mendorong timbulnyakonsep-konsep tentang garis-garis lintang. Garis lintang penerimaan adalah rangakaian posisi sikap yang dapat diberikan , diterima dan ditolerir oleh indivudu. Garis lintang penolakan adalah rangkaian posisi sikap yang dapat tidak diberikan, tidak dapat diterima dan tidak bias ditolerir oleh indivudu. Garis lintang ketidakterlibatan adalah posisi-posisi yang termasuk dalam lintang yang pertama. Jari garis-garis lintang ini akan menentukan sikap indiviru terhadap pernyataan dalam situasi tertentu.
D.    Pola penerimaan dan penolakan
Jika seorang individu melibatkan sendiri dalam situasi yang dinilainya sendirimaka ia akan menjadi patokan, maka makin tinggi ia terliat makin tinggi pula dan makin sedikit hal-hal yang diterimanya. Sebalikanya ambang penolakan semakin rendah sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bisa diterimanya.
E.     Penilaian social dan penilaian sikap
Komunikasi menurut Sherif dan holand bisa mendekatkan sikap individu dengan sikap orang lain tetapi bias juga menjahui orang lain. Hal ini tergantung dari posisi awal tersebut terhadap individu lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan, maka komunikasi akan semakin memperjelas persamaan-persamaan diantara mereka dan sehingga terjadilah pendekatan. Tetapi sebaliknya, jika posisi awal saling berjauhan, maka komunikasi akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan saling menjahui.



Teori Kemungkinan Elaborasi
Teori ini dikembangkan oleh Richard Petty dan John Cacioppo yang seorang psikolog sosial. ELT (Elaboration-Likelihood Theory) termasuk teori persuasi yang memperkirakan kita, kapan dan bagaimana kita tidak terpengaruh oleh sebuah pesan. Mengajak kita untuk menggunakan jalur yang berbeda, dalam arti mengolah pesan dengan pemikiran yang kritis, mendalam, serta aktif.
Pada teori ini, ada dua rute untuk mengolah pesan. Rute Central ialah berpikir secara kritis, menimbang-nimbang secara berlawanan dalam mengolah informasi dengan pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan Rute Periferal ialah ketiadaan berpikir secara kritis, maksudnya tidak berfokus pada isi pesan melainkan pada cara penyampaian pesan karena terpengaruh dari faktor-faktor luar isi pesan tersebut. Kedua rute ini juga bergantung seberapa besar individu terkait pada informasi tersebut.
Berpikiran kritis tergantung pada faktor kemampuan serta motivasi. Pada saat kita sangat termotivasi, kita lebih cenderung mengolah pesan secara Rute Central sedangkan Rute Periferal  lebih cenderung rendah. Dan motivasi ada tiga faktor. Pertama, keterkaitan individu terhadap informasi. Semakin kita mementingkan informasi tersebut, maka akan semakin mendalam (kritis) dalam berpikir. Kedua, perbedaan pendapat. Pengolah informasi akan mencari tahu sumber-sumber informasinya dan berpendapat dari hasil pencariannya. Ketiga, kecenderungan pribadi kita terhadap cara berpikir. Individu cenderung mempertimbangkan pendapat-pendapat lain.
Teori ini, seperti mengajak kita untuk selalu berpikir kritis dalam mengolah pesan. Padahal dalam prakteknya tidak mungkin kita selalu berfokus pada satu pesan. Kita akan menggabungkannya baik secara Rute Central maupun Rute Periferal . Pada saat motivasi serta kemampuan kita rendah, kita masih bisa berarguman kritis, dan faktor kritis ini juga berpangaruh pada sikap anda.




DAFTAR PUSTAKA
Litteljohn, S. W. (2011). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar