PSIKOLOGI KOMUNIKASI
Teori
Dalam Karakter Pelaku Komunikasi
Dosen
Pembimbing :
Sri
Handayani, M.I.Kom.
Anggota
Kelompok 9:
1. Arum
Fitri Yani 135120207113022
2. Calvin
Medita 135120218113011
3. Feny
Trikesuma Hapsari 135120207113016
4. Lukito
Adi Chandra 135120218113007
5. Rosalia
Puspitasari 115120207113025
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
2014
TRAIT THEORY
Sifat
adalah sebuah kualitas atau karakteristik pembeda. Ini merupakan cara berpikir,
merasakan, dan bertingkah laku yang konsisten terhadap situasi. Sifat-sifat
tersebut seringkali digunakan untuk memprediksi perilaku. Sebagai contoh dalam
buku (Litteljohn, 2011, hal. 98) memunculkan dua
sifat yang paling sering diteliti dalam komunikasi, yaitu pertentangan dan
kecemasan berkomunikasi. Pertentangan disini maksudnya adalah kecenderungan
untuk ikut serta dalam percakapan tentang topik-topik kontroversial.
Pertentangan ini akan dapat meningkatkan pembelajaran, membantu seseorang untuk
memahami sudut pandang orang lain, dan membangun keterampilan berkomunikasi.
Kecemasan berkomunikasi disini maksudnya adalah rasa takut dan tidaknya
seseorang dalam berkomunikasi.
Dalam
bidang komunikasi, karya yang paling terkenal Communication Apprehension (CA), merupakan sifat yang mempunyai
kecenderungan untuk mengalami kecemasan saat berkomunikasi dalam berbagai
keadaan. CA yang tinggi secara tidak normal menciptakan masalah kepribadian,
termasuk kecemasan ekstrim dan penghindaran terhadap komunikasi dengan
langsung. Ketakutan berkomunikasi adalah bagian dari kelompok konsep yang
terdiri atas penghindaran sosial, kecemasan sosial, hal ini disebut (social and communication anxiety).
Pikiran
negatif dapat membuat seseorang merasa gelisah yang mencegah seseorang untuk
mempertimbangkan semua informasi dan tanda-tanda pada lingkungan sekitar,
mengacaukan pengolahan informasi secara normal.
Model faktor – Trait, yang dipaparkan oleh Digman mengidentifikasi
lima faktor umum:
1. Neuroticism,
kecenderungan untuk merasakan emosinegatif dan kesedihan.
2. Extraversion,
kecenderungan untuk menikmati berada dalam kelompok.
3. Opennes,
kecenderungan untuk memiliki imajinatif, menjadi pemikir mandiri.
4. Agreeablenes,
kecenderungan ingin membantu orang lain, serta menghindari permusuhan.
5. Conscientiousness,
kecenderungan menjadi pribadi yang disiplin.
Sifat, Watak, dan Biologis
Sifat
adalah kecenderungan dari watak, yang berakar, pada susunan neurobiologis yang
ditentukan secara genetis atau aktivitas otak.
Menurut
Beatty dan McCroskey, bagaimana seseorang merasakan dunia sangat berhubungan
dengan apa yang terjadi pada otak seseorang dan sebagai akibatnya, sebagian
besar ditentukan secara genetis. Menurut teori tersebut, seseorang dapat
memperkirakan bahwa perbedaan setiap individu dalam bagaimana manusia
berkomunikasi dapat dijelaskan secara biologis.
Ada
tiga faktor yang diidentifikasi oleh H. J. Eysenck yang menyatakan bahwa
perilaku manusia dalam berkomunikasi memunculkan beragam kombinasi diantaranya:
1) Fokus
keluar (extraversion)
2) Kecemasan
(neuroticism)
3) Kurangnya
pengendalian diri (psychotocism)
Beatty
dan McCrosky menerapkan paradigma communibiological
secara spesifik dalam ketakutan berkomunikasi, menyebut sifat ini sebagai
bentuk “introversi neurotis (neurotic
introversion)”.
McCroskey
dan Beatty menyanggah bahwa sistem limbik (yang berada jauh di dalam otak)
adalah yang mengendalikan emosi. Ketika individu dihadapkan pada sesuatu dalam
lingkungan sekitar, stimulus tersebut diolah oleh bagian otak individu yang
dikenal sebagai sistem penghambatan perilaku atau Behavioral Inhibition System (BIS).
Stimulus
negatif muncul
BIS mengaktifkan sistem limbik
Ketika
BIS terangsang, cenderung individu akan memusatkan perhatian kepada ancaman.
Dengan demikian, individu-individu yang memiliki BIS yang berlebihan, individu
tersebut akan lebih mudah merasa gelisah dan ketakutan. Pada umumnya, jika
sistem limbik individu lebih sensitif maka individu tersebut akan merasa lebih
gelisah.
Dalam
CA, sesuatu harus terjadi agar komunikasi dipandang sebagai stimulus pengalih.
Hal ini melibatkan hampir seluruh bagian dari otak individu, sistem pengaktifan
perilaku atau Behavioral Activation
System (BAS). Sistem ini berhubungan dengan penghargaan, sehingga terlihat
seperti merangsang motivasi dan menimbulkan adanya tindakan.
KOGNISI DAN PENGOLAHAN INFORMASI
Teori
pengolahan informasi bekerja untuk menjelaskan bagaimana individu berpikir,
bagaimana individu mengatur dan menyimpan informasi, serta bagaimana kognisi
membantu membentuk perilaku individu.
Teori
kesadaran yang dibahas dalam literatur komunikasi:
1. Teori
atribusi
2. Teori
penilaian sosial
3. Teori
penguraian kemungkinan
Teori-teori
tersebut telah menjadi dasar untuk tradisi sosiopsikologis yang memberikan
dasar untuk memahami bagaimana interpretasi dan persuasi yang terjadi di antara
individu
TEORI ATRIBUSI
Teori
ini menggambarkan tentang komunikasi seseorang yang berusaha meneliti, menilai
dan menyipulkan sebab-sebab dari suatu tindakan atau tingkah-laku yang orang
lain lakukan.
Contoh
: Jika ada orang yang sedang berpresentasi menyampaikan apa yang di presentasikan
dengan grogi/ ragu-ragu. Lalu anda mencoba menilai orang itu dengan beberapa
alasan yaitu:
Pertama : Orang itu tidak siap baik mental maupun
materi
Kedua
: Orang itu sedang dalam masalah yang
mungkin dapat mengacaukan pikiranya
Ketiga : Orang
itu menyimpan semua data presentasinya di flashdisk tetapi flashdisk itu
tertinggal
Penilaian-penilaian
kita seperti diatas lah yang disebut dengan Atribusi
Ada 3 teori yang
berkaitan erat dengan Teori Atribusi, yaitu:
1. Naive
Psychology
2. Correspondent
Inference
3. Covariation
Model
Atribusi sebagai Naive
Psychology
Teori
ini menjelaskan tentang bagaimana masyarakat pada umumnya bertindak. Menurut
aliran ini tindakan orang kebanyakan berdasar penyimpulan-penyimpulan singkat
tanpa berpikir panjang/mendalam sehingga hanya menimpulkan pendapat umum saja.
Menurut
Heider F (1958) : Jika anda melihat seseorang berbuat sesuatu, maka secara
langsung anda membuat suatu penilaian tentang apa yang menyebabkan orang itu
melakukan hal itu. Dan penilaian tersebut bisa terjadi dengan melihat faktor
disposisional atau faktor situasional. Disposional adalah faktor internal dan
individual seperti kepribadian, karakter atau faktor biologis. Sedangkan
situasional adalah faktor external seperti lingkungan atau keadaan. Jika
menggunakan teori ini maka berkomunikasi hanya akan didasarkan oleh persepsi
terhadap tingkah laku lawanya saja.
Atribusi sebagai Correspondent Inference
Jika
teori ini seorang yang menilai tingkah laku seseorang itu sebagai akibat dari
faktor disposisi (dorong internal dirinya) jadi sebenarnya sudah berencana
(intention) apa yang ada pada orang tersebut sebagai kesimpulan yang selaras
dengan tingkah laku orang yang akan dinilai.
Ada
beberapa faktor sebagai pertimbangan dari teori ini , seperti “Pilihan” mengapa
si perilaku melakukan itu?. Kemudian kebutuhan sosial pelaku (social
desirability), aturan sosial (social role), gambaran sebelumnya tentang
perilaku (prior expectation) atau pengetahuan tentang latar belakangnya,
kesenangan (hedonic relevance) dan gambaran tentang sifat pribadi perilaku
(personalisme). Mempertimbangkan enam hal tersebut bisa membantu dalam menilai
rencana tindakan pelaku, tetapi terlalu bersandar pada sebagian hal tersebut
bisa juga melahirkan bias dalam penilaian dimensi internal (disposition)
perilaku si pelaku.
Atribusi sebagai
Covariation
Teori
ini dikemukakan oleh Kelley (1967) yang mencoba menjelaskan penilaian terhadap
alasan (cause) tingkah laku seseorang dengan lebih luas dibanding dengan apa
yang menitik beratkan terhadap intentionally.
Dalam teori ini penilaian terhadap seseorang ada 4 faktor : consensus
consistency,distinctiveness dan controllability, Saat consensus,consistency,dan
distinctiveness dipadukan, maka seseorang dapat mempersepsi apakah tindakan
sang actor tersebut terkendali secara internal (disposisional) atau eksternal (situasional).
Dengan menentukan makna berdasarkan pada “Pengendalian” ini akan kelihatan
faktor mana yang lebih mendorong perilaku seseorang.
Menggunakan
model ini dalam melihat perilaku seseorang ada beberapa tahapan :
Pertama :
Tentukan
apakah tingkah laku seseorang itu menunjukan konsensus? Artinya dalam tempat
dan waktu yang sama apakah orang sekitar juga melakukan yang hal sama? Jika ia
berarti tingkah laku itu merupakan konsensus, jika tidak berarti ada yang unik
dari perilaku sang actor sehingga membuat yang lain tidak sepakat.
Kedua :
Kita
harus menentukan apakah si pelaku menunjukan konsistensi dari tingkah lakunya.
Jika setiap perilaku yang dilakukan dibandingkan dengan perilaku sebelumnya
menunjukan reaksi (tinggi rendahnya consensus yang dicapai) yang konsisten dari
orang yang ada di sekelilingnya, maka akan semakin kuatlah dugaan kita terhadap
perilaku konsisten dari orang tersebut jika konsensusnya sama tinggi atau sama
rendah dengan perilaku sebelumnya, Namun jika konsensusnya berbeda derajat
tinggi rendahnya, berarti derajat kosistens perilakunya menuru. Ada saling
memengaruhi antara consensus dari konsistensi.
Ketiga :
Menilai
bahwa tindakan seseorang “Berbeda” dari satu situasi ke situasi lainnya. Jadi
suatu tingkah laku dikatakan distingtif jika benar-benar berbeda pada satu
situasi atau tugas dengan situasi lainya. Dan derajat keberbedaanya hanya akan
menurun jika orang tersebut menunjukkan perilaku yang sama dalam berbagai
situasi.
Keempat :
Menentukan
kemampuan untuk mengontrol sang actor terhadap perilakunya. Setelah
mengombinasikan penilaian terhadap tiga faktor pertama, Jika sang actor diyakini tidak dapat
mengontrol perilakunya maka dapat dinyatakan bahwa perilakunya disebabkan oleh
faktor internal (interior locus of control). Namun jika nampak bahwa perilaku
sang actor tersebut suatu yang bermakna dan tidak dapat diabaikan begitu saja,
maka dapat diasumsikan bahwa “kegagalan” tingkahlakunya disebabkan karena
faktor situasi (exterior locus control).
Secara
singkat dapat digambarkan untuk menentukan atribusi atas perilaku seseorang
dengan model ini :
Jika
konsensus tinggi + konsistensi tinggi + distingtif tinggi = atribut
situasional/external
Jika
konsensus tinggi + konsisternsi rendah + distingtif tinggi = atribut external
(situasional)
Jika
konsensus rendah + konsistensi tinggi + distingtif rendah =
internal/disposisional.
TEORI PENILAIAN SOSIAL
Teori
ini berfokus pada bagaimana kita membuat penilaian mengenai pernyataan yang
kita dengar. Teori atribusi menunjukan kepada kita pentingnya penilaian
interpersonal. Teori penilaian sosial, sebuah karya ilmu psikologi sosial,
berfokus pada bagaimana kita membuat penilaian mengenai pernyataan yang kita
dengar. Rentang penerimaan dan penolakan seseorang dipengaruhi oleh sebuah
variabel kunci keterlibatan Ego. Keterlibatan Ego (Ego
Involvement) adalah pemahaman tentang hubungan pribadi anda dengan sebuah
masalah. Efek Kontras (Contrast Effect) terjadi ketika semua
individu menilai sebuah pesan lebih jauh dari sudut pandang mereka daripada
yang seharusnya dan Efek Asimilasi (Asimilation Effect) terjadi
ketika manusia menilai sebuah pesan lebih dekat dengan sudut pandang mereka
daripada yang seharusnya.
Jadi
teori penilaian social ini khususnya mempelajari proses psikologis yang
mendasari pernyataan sikap dan perubahan sikap melalui komunikasi. Anggapan
dasarnya adalah bahwa dalam menilai manusia membuat deskripsi dan kategorisasi
khusus. Dalam kategorisasi manusia melakukan perbandingan-perbandingan diantara
berbagai alternative yang disusun oleh individu untuk menilai stimulus-stimulus
yang datang dari luar. Oleh karena itu kita harus memahami penilaian sosial
dari segi:
A.
Skala
Penilaian
Dalam
hal ini bagaimana terjadinya penilaian pada diri individu, Sherf mengemukakan
bahwa dalam percobaannya dia memerikkan sejumlah benda dan setiap benda itu
menyatakan mana yang lebih berat dan mana yang lebih ringan. Disitlah jelas
sifat yang akan dinilai dan makin jelas patokan-patokan yang akan disusun agar
penilaiannya makin mantap. Misalnya orang diberikan barang atau benda yang
dapat ditimbang yang beratnya bervariasi antara 5-100gram dan orang percobaan
tersebut disuruh menetapkan 50gram. Sebagai patokannya, maka menggolongkan
benda yang berat dan yang ringan dan stabil ini. sebaliknya kalau sifat yang
ditimbang itu meragukan dan tidak ada patokan jelas, maka penilaian akan labil.
B.
Efek
asimilsi dan kontras
Dalam
kehidupan sehari-hari, kadang orang-orang harus menggunakan patokan-patokan diluar batas-batas
yang diberikan oleh stimulus yang ada. Efek dari patokan ini bergantung dari
jauh dekatnya patokan dari stimulus. Jadi penilaian yang mendekati patokan
disebut asimilasi. Yaitu patokan yang dimasukkan kedalam rangkaian stimulus
dalam batas rangkaian stimulus diperbesar. Sehingga mencakupi paotkan. Dan
penilaian yang menyalahi patokan disebut kontras.
C.
Garis
lintang penerimaan penolakan dan ketidakterlibatan
Perbedaan
akan variasi antara individu akan mendorong timbulnyakonsep-konsep tentang
garis-garis lintang. Garis lintang penerimaan adalah rangakaian posisi sikap
yang dapat diberikan , diterima dan ditolerir oleh indivudu. Garis lintang
penolakan adalah rangkaian posisi sikap yang dapat tidak diberikan, tidak dapat
diterima dan tidak bias ditolerir oleh indivudu. Garis lintang
ketidakterlibatan adalah posisi-posisi yang termasuk dalam lintang yang
pertama. Jari garis-garis lintang ini akan menentukan sikap indiviru terhadap
pernyataan dalam situasi tertentu.
D.
Pola
penerimaan dan penolakan
Jika
seorang individu melibatkan sendiri dalam situasi yang dinilainya sendirimaka
ia akan menjadi patokan, maka makin tinggi ia terliat makin tinggi pula dan
makin sedikit hal-hal yang diterimanya. Sebalikanya ambang penolakan semakin
rendah sehingga makin banyak hal-hal yang tidak bisa diterimanya.
E.
Penilaian
social dan penilaian sikap
Komunikasi
menurut Sherif dan holand bisa mendekatkan sikap individu dengan sikap orang
lain tetapi bias juga menjahui orang lain. Hal ini tergantung dari posisi awal
tersebut terhadap individu lain. Jika posisi awal mereka saling berdekatan,
maka komunikasi akan semakin memperjelas persamaan-persamaan diantara mereka
dan sehingga terjadilah pendekatan. Tetapi sebaliknya, jika posisi awal saling
berjauhan, maka komunikasi akan mempertegas perbedaan dan posisi mereka akan
saling menjahui.
Teori Kemungkinan Elaborasi
Teori ini
dikembangkan oleh Richard Petty dan John Cacioppo yang seorang psikolog sosial.
ELT (Elaboration-Likelihood Theory) termasuk teori persuasi yang memperkirakan
kita, kapan dan bagaimana kita tidak terpengaruh oleh sebuah pesan. Mengajak
kita untuk menggunakan jalur yang berbeda, dalam arti mengolah pesan dengan
pemikiran yang kritis, mendalam, serta aktif.
Pada teori ini,
ada dua rute untuk mengolah pesan. Rute
Central ialah berpikir secara kritis, menimbang-nimbang secara berlawanan
dalam mengolah informasi dengan pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan Rute Periferal ialah ketiadaan berpikir
secara kritis, maksudnya tidak berfokus pada isi pesan melainkan pada cara
penyampaian pesan karena terpengaruh dari faktor-faktor luar isi pesan
tersebut. Kedua rute ini juga bergantung seberapa besar individu terkait pada
informasi tersebut.
Berpikiran
kritis tergantung pada faktor kemampuan serta motivasi. Pada saat kita sangat
termotivasi, kita lebih cenderung mengolah pesan secara Rute Central sedangkan Rute
Periferal lebih cenderung rendah.
Dan motivasi ada tiga faktor. Pertama, keterkaitan individu terhadap informasi.
Semakin kita mementingkan informasi tersebut, maka akan semakin mendalam
(kritis) dalam berpikir. Kedua, perbedaan pendapat. Pengolah informasi akan
mencari tahu sumber-sumber informasinya dan berpendapat dari hasil
pencariannya. Ketiga, kecenderungan pribadi kita terhadap cara berpikir.
Individu cenderung mempertimbangkan pendapat-pendapat lain.
Teori ini,
seperti mengajak kita untuk selalu berpikir kritis dalam mengolah pesan.
Padahal dalam prakteknya tidak mungkin kita selalu berfokus pada satu pesan.
Kita akan menggabungkannya baik secara Rute
Central maupun Rute Periferal .
Pada saat motivasi serta kemampuan kita rendah, kita masih bisa berarguman
kritis, dan faktor kritis ini juga berpangaruh pada sikap anda.
DAFTAR PUSTAKA
Litteljohn, S. W. (2011). Teori Komunikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar